LIFE

2 Juli 2025

Yasamin Jasem Tumbuh Lebih Dari Sekadar Wajah Manis Di Layar


PHOTOGRAPHY BY Hilarius Jason

Yasamin Jasem Tumbuh Lebih Dari Sekadar Wajah Manis Di Layar

Styling Ismelya Muntu; fashion Fendi; makeup Rommy Andreas; hair Yez Hadjo

Dilahirkan pada 21 Februari 2004, Yasamin Jasem adalah buah hati satu-satunya dari pasangan Payam Jasem, laki-laki berdarah Kanada-Iran yang introver dan penuh pertimbangan, serta Lydia H. Moeis, perempuan berdarah Sunda yang hangat dan suportif. Sejak usia lima tahun, Yasamin telah membangun relasinya dengan kamera. Bukan karena ambisi orangtua, tapi berawal dari kejadian sederhana yang nyaris seperti potongan adegan film: ketika sedang berada di sebuah salon, seorang dari talent agency tertarik dengan paras mungilnya dan meminta izin untuk mengambil fotonya. Tak lama berselang, Yasamin membintangi iklan produk anti nyamuk—dan sejak itu, dunia hiburan seolah membuka pintu selebar-lebarnya untuknya. “Waktu itu saya bahkan tidak sadar bahwa saya sedang bekerja,” kenangnya sambil tertawa. “Saya hanya senang bisa bergaya dan tersenyum di depan kamera. Tidak ada tekanan, hanya rasa senang.”

Namun di balik senyuman anak kecil itu, benih kecintaan terhadap seni tumbuh dalam diam. Dunia kamera, dialog, dan peran telah menjadi ruang bermain yang membuat Yasamin merasa hidup. Ia pertama kali tampil di layar kaca saat banyak anak seumurannya masih sibuk memilih mainan favorit. Sejak memerankan Putri Duyung dalam Tarzan Cilik lalu dikenal luas melalui sinetron Para Pencari Tuhan Jilid 13 hingga menorehkan prestasi di panggung film Indonesia, Yasamin Jasem telah tumbuh dari sekadar wajah manis di layar menjadi sosok muda yang tak hanya memerankan karakter, tapi juga memahami kedalaman batinnya. Namanya mulai dikenal luas saat muncul sebagai Rindu dalam film Keluarga Cemara, dan kemudian lewat perannya di sinetron Tukang Ojek Pengkolan. Tapi pencapaian besar datang ketika ia membintangi film Mangkujiwo—sebuah proyek horor bernuansa sejarah dan politik yang membawa Yasamin menyabet penghargaan Piala Maya sebagai Aktris Cilik/Remaja Terpilih. “Saya ingat betul betapa beratnya naskahnya, penuh dengan latar sejarah yang harus saya pahami. Tapi saya selalu menempatkan diri sebagai gelas kosong. Saya percaya pada sutradara, lawan main, dan terutama pada diri sendiri,” ujarnya tenang.


Sejak saat itu, film-film bergenre horor seolah menjadi medan eksplorasi baru bagi Yasamin. Dalam dua tahun terakhir, ia telah menjajal berbagai karakter dalam dunia horor yang menuntut keberanian emosional dan kesiapan fisik yang tidak main-main. Tapi Yasamin tetap menari di antara batas ketakutan dan profesionalisme, menyelami karakter dengan penghayatan yang matang meski usianya masih muda. Perjalanan Yasamin bukan tanpa pertanyaan. Seiring beranjaknya usia, ada masa-masa transisi di mana ia bertanya, apakah jalan ini memang pilihan yang benar? “Waktu kecil saya percaya diri sekali. Tapi saat remaja, saya mulai mempertanyakan banyak hal. Apakah saya ingin terus di sini? Apakah saya cukup baik? Tapi semakin saya ragu, semakin kuat juga keinginan untuk membuktikan bahwa saya bisa,” ungkapnya jujur. Sebagai perempuan muda berdarah Indonesia-Iran, Yasamin juga tidak ragu menunjukkan sisi kontemplatifnya. Identitas multikultural yang ia miliki memberinya perspektif luas tentang dunia dan ruang yang ia tempati sebagai perempuan muda. “Saya ingin karya-karya saya jadi jembatan. Kalau bisa bikin satu orang merasa lebih dimengerti lewat cerita yang saya bawakan, berarti saya enggak sia-sia ada di sini.”

Kini, setelah 16 tahun berada di industri hiburan, Yasamin tumbuh menjadi sosok yang tidak hanya piawai berakting, tapi juga bijak dalam bersikap. “Jam terbang itu penting. Tapi lebih penting lagi bagaimana kita bersikap di lokasi syuting. Kita bukan cuma aktor, tapi juga rekan kerja bagi banyak orang,” katanya—sebuah pengingat bahwa talenta yang hebat harus dibarengi dengan etika kerja yang kuat.

Sebagai bagian dari generasi Z, Yasamin juga akrab dengan dunia media sosial yang serba instan. Ia tak menampik bahwa citra publik kini bisa dibentuk lewat unggahan dan likes. Tapi bagi Yasamin, autentisitas tetap menjadi kunci. “Orang bilang akun Instagram saya dark karena banyak promosi film horor,” katanya sambil tertawa. “Padahal aslinya saya ceria kok. Tapi saya memilih menampilkan sisi yang sesuai dengan momen yang sedang saya jalani”. Dan seperti kebanyakan Gen Z, Yasamin juga punya relasi yang kompleks dengan media sosial. “It’s as if we’re entered a parallel world. Kadang Anda bisa dapat pelukan, kadang Anda dihantam dari belakang,” katanya dengan tawa.


Duduk bersama Yasamin Jasem adalah seperti menyalakan kamera pada slow zoom—semakin lama diperhatikan, semakin banyak detail yang muncul. Ketika ditanya siapa yang paling menginspirasi, jawabannya sederhana namun menyentuh: “Ibu dan nenek saya. Mereka tak pernah berubah. Tapi inspirasi itu bisa datang dari siapa saja. Bahkan hari ini, Anda bisa jadi inspirasi saya.” Dan jika dia bisa mengirim surat untuk dirinya yang berusia enam tahun, yang baru saja masuk ke dunia syuting untuk pertama kali, ia akan menuliskan: “Jangan takut merasa berbeda,” katanya. “Saya bangga padamu. Kamu memilih jalan yang sulit tapi indah. Teruslah bermain, teruslah belajar. Semoga saya yang sekarang tidak mengecewakanmu. Semoga kita bisa terus membahagiakan diri sendiri dan orang-orang yang mencintai karya kita.”

Di tengah derasnya arus aktor muda yang bermunculan seiring populernya media sosial dan platform digital, Yasamin Jasem menempuh jalur yang relatif berbeda. Kariernya dimulai sejak usia dini, namun alih-alih mengejar eksposur semata, ia secara konsisten memilih terlibat dalam proyek-proyek yang menuntut kedalaman akting dan pemahaman naskah. Sejumlah peran yang ia mainkan menunjukkan ketertarikan pada cerita-cerita yang menawarkan tantangan emosional, termasuk film- film bergenre horor yang belakangan menjadi ranah eksplorasinya. Pilihan tersebut memberi gambaran bahwa proses dan pengalaman tampak menjadi bagian penting dalam perjalanan kariernya. Di tengah lanskap industri hiburan yang bergerak cepat, pendekatan ini menjadikannya salah satu talenta muda yang membangun pijakan secara perlahan, namun dengan arah yang jelas.