LIFE

10 November 2025

Mariana Renata Menciptakan Ritme Hidupnya Sendiri


PHOTOGRAPHY BY Ryan Tandya

Mariana Renata Menciptakan Ritme Hidupnya Sendiri

fashion Chanel Cruise 2026; styling Ismelya Muntu; makeup artist & hair Sarah Wandee; location Kimpton St Honoré Paris

Paris di minggu pertama bulan Oktober tahun ini benar-benar ramai. Saat itu, pekan mode tengah berlangsung. Di luar dari penduduknya (yang asli), gegap gempita sang Ibu Kota Prancis dihidupkan oleh kunjungan segenap warga dunia mode dari berbagai belahan Bumi. ELLE Indonesia turut menjadi salah satu dari ribuan tamunya yang singgah tahun ini. Kehadiran kami untuk memenuhi undangan rumah mode Chanel dalam pagelaran koleksi musim semi-panas 2026, yang menandai debut Matthieu Blazy sebagai Direktur Kreatif. Namun, di saat orang-orang berdandan modis menuju lanskap gemerlap pekan mode, Mariana Renata justru berdekam di dalam apartemennya dan menenggelamkan diri di balik kehangatan selimut.

“Oh, tubuh saya masih berusaha menyesuaikan diri dengan cuaca di Paris. Maaf ya, you have to catch me at a bad time,” katanya seolah menertawakan perilaku tubuhnya sendiri yang tiba-tiba absurd di tengah peralihan musim. Kendati terselip gelak ringan dalam ucapannya, suara model berdarah Indonesia itu jelas terdengar serak, sesekali diiringi batuk-batuk. Saya menawarkannya untuk menunda sesi perbincangan kami ke lain waktu, agar ia dapat beristirahat dan memulihkan diri. Tapi ia menggeleng pelan, “Tak apa,” ujarnya, lalu sambil tersenyum ia meminta izin, “Saya hanya butuh melakukannya sembari berbaring, if that is okay with you?” Setelah meyakinkannya bahwa saya tak berkeberatan, ia pun mulai menemukan posisi yang nyaman bagi tubuhnya. Pribadi Mariana hangat. Tampak dari cara ia bertutur, gerak tubuhnya, hingga tawa yang nyaris selalu hadir di tiap ucapan.

Perihal kondisi tubuh yang sedang kurang sehat rupanya bukan satu-satunya alasan—juga bukan yang utama—mengapa Mariana menghindari ingar-bingar pekan mode di Paris saat itu. Sudah beberapa tahun belakangan, ia memang sedikit menepi dari dunia modeling. Ia tidak benar-benar menarik diri, sebagaimana pengakuannya, “I’m still kind of on and off.” Lagi pula, namanya juga masih tercatat di agensi Karin Models. Hanya saja, kini ia lebih serius mempertimbangkan arah kariernya agar berderap selaras dengan kehidupan personal yang lebih berkualitas. “Pertimbangan ini bermula beberapa tahun silam, ketika saya kelelahan karena terlalu banyak bekerja. Saya tidak lagi menemukan kenikmatan yang dulu selalu saya rasakan setiap kali berada di set. Saya merasa perlu menata ulang langkah, sehingga saya mulai mengambil jarak secara perlahan,” ungkapnya, “Saya memberikan ruang bagi diri sendiri di luar pekerjaan; membangun rutinitas baru dengan mempelajari hal-hal yang memperkaya kualitas pribadi. You know, things to balance my sanity.”

fashion Chanel Cruise 2026.

Sudah hampir tiga dekade Mariana berkecimpung dalam glamornya industri mode. Kiprahnya menembus batas benua Asia, Australia, Amerika, hingga Eropa. Bermula dari Jakarta, Indonesia, perempuan kelahiran tahun 1983 ini ditemukan secara tak sengaja oleh seorang pencari bakat saat berusia 14 tahun. “Awalan kisah saya cukup klise. Suatu hari, ketika jalan-jalan di mal—waktu itu di PIM 1—tiba-tiba seseorang menghampiri dan bertanya apakah saya tertarik jadi model,” ceritanya. Naluri intelektual untuk memperkaya pengalaman hidup segera memantik semangat Mariana remaja. “Orangtua saya tidak terlalu menyukai ide tersebut, hahaha,” putri tunggal Anita Kirana bersama Andre Dantec itu melanjutkan ceritanya, “Buat mereka, pendidikan selalu jadi prioritas. Namun pada akhirnya keinginan saya tetap mendapat restu, dengan syarat, selama tidak mengganggu sekolah.” Mariana bersepakat, dan menjalankan ketentuan orangtuanya penuh hormat. Bahkan ia terus menjaga kepercayaan yang diberikan hingga meraih gelar sarjana Sastra Inggris dari Universitas Sorbonne, serta menyelesaikan pendidikan pascasarjana bidang Bisnis Internasional di Universitas New South Wales, Australia.

Gig modeling pertama Mariana Renata ialah berpose untuk halaman mode sebuah majalah. Dari halaman majalah, kiprah Mariana Renata beranjak ke layar televisi. Sosoknya wira-wiri menghiasi tayangan komersial berbagai merek gaya hidup lintas negara, dan seiring waktu eksistensinya terus memelesat. “Saat memulai ini semua, saya hanya ingin mencoba pengalaman di luar bangku sekolah, tanpa berpikir modeling akan jadi hal yang berkelanjutan bagi hidup saya,” kenangnya seraya tergelak, “And yet one thing led to another, kini lebih dari 25 tahun saya masih melakukannya. I am grateful,” ujar perempuan yang pernah mengikuti sekolah model dirian Okky Asokawati. (“Jauh sebelum benar-benar terjun ke industri, sekadar untuk melatih kepercayaan diri. I was quite shy as a kidwell, I still am actually.”)

fashion Chanel Cruise 2026.

Pada 2004, ia terpilih menjadi ambasador LUX di Indonesia. Ia merupakan satu-satunya model di antara jajaran aktris papan atas—termasuk Dian Sastrowardoyo dan Tamara Bleszynski—yang lebih dulu mewakili merek tersebut pada era itu. “Dunia modeling telah memberikan saya ruang kemandirian dalam mengeksplorasi hal-hal yang mengantarkan pada berbagai pengalaman kehidupan; hal-hal yang barangkali tidak akan terpikir untuk saya lakukan di kehidupan nyata,” ungkap Mariana. Ia mengenang masa kali pertama alis mono yang merupakan ciri wajahnya dicukur habis. Demi tuntutan modeling, alisnya juga dibentuk menjadi sangat tipis. “Saya sempat tak mengenali diri sendiri ketika melihat tampilan di televisi. Rasanya seperti melihat sisi lain yang belum pernah saya temui sebelumnya,” katanya.

Jiwa eksploratif Mariana menuntun ketertarikannya berekspresi lebih jauh hingga ke ranah hiburan yang lain: perfilman. Ia terlibat dalam proyek Janji Joni karya Joko Anwar yang dirilis tahun 2005. Porsi kemunculannya tidak banyak, namun karakternya merupakan katalisator bagi plot sang tokoh utama—yang diperankan Nicholas Saputra. Saya pikir, dalam sejumlah aspek, modeling dan akting seakan-akan punya kesamaan; sama-sama tentang bermain karakter. Walaupun, tentu saja, seni peran butuh keterlibatan emosional yang lebih menyeluruh. Mariana menyetujuinya, “Acting is like a complete immersion. Tapi apa yang menarik minat saya ialah proses kreatifnya yang melibatkan kerja kolaboratif, seperti halnya modeling; saya selalu menikmati jadi bagian dari upaya kolektif tersebut,” ujarnya. Janji Joni menasbihkan Mariana Renata sebagai aktor, dan bukan sekadar aktor, ia masuk dalam jajaran aktor paling digemari pada era 2000-an; usai memenangkan penghargaan Most Favorite Supporting Actress di ajang MTV Indonesia Movie Awards 2005.

fashion Chanel Cruise 2026.

Keberhasilan merambah ranah film datang sepaket tantangannya. Mariana harus berhadapan dengan kepopuleran yang secara tiba-tiba menempatkan dirinya di bawah sorotan khalayak luas. Suatu kondisi yang tak selalu bisa mudah diterima semua orang. Mariana salah satunya, “Karena pada dasarnya, pribadi saya sangatlah pemalu,” ungkapnya. Anda tahu apa yang terjadi pada seorang introver ketika berada di pusat perhatian? Level kegelisahan meningkat. “Pada waktu itu, dunia hiburan seolah menuntut saya untuk memberikan lebih banyak bagian diri saya, dari yang mampu dan rela saya berikan,” kata Mariana. Ia tidak lantas menjauhi seni peran. Terbukti setelah Janji Joni, ia kembali tampil di film pendek The Matchmaker (2006), serial tv Dunia Tanpa Koma (2006), dan karya Someone’s Wife in the Boat of Someone’s Husband (2013). Ia hanya menjaga realitasnya. Sebab kecemasannya bukanlah perihal seni peran, melainkan ingar-bingar panggung hiburan yang menyertai profesinya.

Apakah ia akan mempertimbangkannya jika tawaran bermain peran itu kembali datang sekarang? Pertanyaan saya membuat Mariana tertegun. “And the it comes to the point… are you ever ready?” ia merespons dengan tawa, “Rasanya saya tidak akan pernah siap, barangkali saya hanya akan terjun melakukannya. Jika itu terjadi, saya pikir faktor utamanya adalah karena tim produksinya.”

Pada dasarnya, Mariana mengaku selalu tertarik dengan seni peran. Ia bahkan menyadari, lewat seni peran, ia belajar menaklukkan kegelisahan yang kerap singgah memeluk pribadinya. “Saya sempat mengambil kelas akting sewaktu tinggal di New York beberapa tahun silam. And it was a big contemplation moment for me.” Bahwasanya ia rindu berakting? Tidak, alih-alih ia melihat seni peran bukan lagi sebagai jalan karier. Dari mempelajari akting di kelas, manifestasinya bertransisi menjadi ruang personal untuk memahami dan berdamai dengan diri sendiri. “Saya punya persoalan kecemasan. I struggle a lot with anxiety. Ada satu masa di mana kondisi tersebut membuat saya datang ke kelas dengan tubuh gemetar. Tapi fakta bahwa saya mampu melaluinya—dengan segala proses yang menyertainya—benar-benar memberi kepuasan pribadi, dan jujur cukup membuat bangga akan diri sendiri,” ceritanya.

fashion Chanel Cruise 2026.

Mariana tinggal di New York selama kurang lebih 14 tahun, sebelum akhirnya pindah domisili ke Paris sekitar setahun silam. “I wanted to experience living in New York for once in my life. Ketika kesempatan itu terbuka, saya tidak berpikir dua kali untuk merealisasikannya,” kata Mariana manakala kami mulai berbicara tentang keputusan besarnya pindah ke kota tersebut—tepat di saat laju kariernya di Indonesia tengah menjanjikan. Perjalanannya dimulai usai menerima tawaran kontrak untuk bergabung dengan agensi model yang cukup besar, yang berbasis di New York. “Saya tumbuh besar menyaksikan New York melalui televisi, dan sering mendengar kisahnya dari orang-orang industri kreatif,” Mariana mengungkapkan landasan ketertarikannya pada kota berjulukan the Big Apple itu, “Saya ingin menantang diri saya menghadapi dinamika kota itu; bertemu dengan orang-orang dari berbagai latar; dan melihat bagaimana pengalaman itu membesarkan saya sebagai individu.” Apakah tantangan itu tidak ia temukan di Indonesia? Saya bertanya. “I did, tentu saja, semua pengalaman pertama karier saya terjadi di Indonesia. Tapi saya juga ingin memperkaya cara pandang dalam melihat dunia secara berbeda,” jawab model yang pernah memvisualisasikan konsep koleksi label desainer mode Rebecca Minkoff, Levi’s, dan Timberland itu.

Dalam berkiprah modeling, Mariana merasa sangat beruntung. Ia memiliki akses luas untuk mengecap peradaban di berbagai dunia. “Modeling layaknya sebuah paspor. Pekerjaan ini memberi saya kesempatan untuk melakukan perjalanan ke banyak tempat. Bahkan ketika saya berdomisili di New York, saya selalu berpindah-pindah karena pekerjaan—satu waktu saya tinggal di California, lalu Seattle, Midwest, atau di mana pun pekerjaan membawa langkah saya,” ujarnya. Setiap persinggahan memaparkan ia pada sudut pandang baru, di mana ia menemukan tantangan yang tidak selalu sama levelnya—terkadang lebih kompleks atau melampaui ekspektasi. Kendati menawarkan banyak kejutan dan pengalaman untuk direngkuh, pada akhirnya gerak Mariana tak luput terkejar penat. “I feel like I was burning the candle from both ends. Saya merasa perlu slow down. Saya butuh ruang untuk bernapas. Jika tidak, energi saya akan benar-benar terkuras habis tak bersisa,” katanya. Pengalaman itu memberikan pelajaran penting: kesuksesan profesional harus berjalan seiring kesejahteraan pribadi. Sejak itu, setiap langkah yang ia ambil bukan hanya soal karier, tetapi juga tentang menemukan ruang bertumbuh sebagai individu.


Langkah pertama dalam membangun babak baru kehidupan Mariana, yang berorientasi pada keseimbangan ritme hidup, adalah menentukan tempo pribadi. Ia membagi waktu yang logis antara bekerja dan hidup. Ia tidak hidup untuk bekerja. Kedua, Mariana belajar memahami tubuhnya secara lebih baik. Ia mengatur pola makan lebih sehat dan mengikuti sejumlah kelas yang menunjang kebutuhan personal, seperti kelas akting, pole dance, hingga mendalami Alexander Technique. Sebuah metode yang menitikberatkan kinerja tubuh manusia—dari postur, harmoni gerakan, hingga pengaturan pernapasan—sebagai kesatuan harmonis bagi aspek psikologis. “Lewat teknik ini saya belajar cara mengelola postur, pernapasan, dan suara, yang dapat menstimulus emosional serta pikiran lebih fokus. Saya masih berproses mengatasi persoalan kegugupan. Tapi, dengan paham akan cara tubuh saya bekerja, saya merasa lebih baik dalam menavigasi emosi diri,” jelas Mariana.

Ketiga, ia pamit meninggalkan New York. “Di titik itu, saya merasa sudah cukup mengeksplorasi segala ruang di New York,” kata Mariana. Ia memilih Paris sebagai tujuan hidup barunya. Kota tempat ia dilahirkan 42 tahun silam. Di sana, ia kembali menempati apartemen lamanya, yang menjadi kediamannya semasa dulu menempuh studi di Universitas Sorbonne. “Meski pernah tinggal di sini, saya merasa seperti belum pernah menjejak Paris. Setiap hari selalu ada kebaruan yang menyegarkan. Rasanya menyenangkan,” celotehnya.

Mariana sangat menikmati waktunya di Paris saat ini. “Seluruh hidup saya adalah tentang latihan adaptasi, dan di sini saya beradaptasi to live in the present,” ia berujar, “Sehari-hari saya bepergian menggunakan sepeda, sesuatu yang hampir sulit saya lakukan di domisili-domisili sebelumnya. Saya banyak mengunjungi pameran karya, dan beberapa waktu belakangan, saya sangat bersemangat melakukan backpacking!” Layaknya suntikan energi, wajah Mariana tampak berseri ketika membicarakan hari-harinya di luar rutinitas pekerjaan. Tidak heran jika Anda berpikir bahwa ia telah benar-benar berhenti berpose. Namun tidak, ia hanya tengah menikmati hidupnya—mungkin dengan sedikit ‘menomorduakan’ modeling. “Pelajaran penting yang saya petik dari segala dinamika profesi modeling, adalah pentingnya bersikap baik terhadap diri sendiri. Sebab meskipun industrinya saat ini telah bertransformasi; dunia ini tetap bisa jadi sangat unforgiving,” katanya. Mariana membiarkan dirinya menikmati jeda, dan mengisi hari-harinya dengan hal-hal sederhana yang membahagiakan. Kehidupan tidak lagi tentang mengejar, melainkan menemukan keseimbangan kapan waktunya bergerak dan berhenti. Dan diantaranya, Mariana Renata meraih definisi dari living life to the fullest.