CULTURE

21 Desember 2025

Rifyo Design Days 2025 Jejak Sunyi Kemewahan dalam Ruang dan Desain Interior


PHOTOGRAPHY BY Rifyo Design

Rifyo Design Days 2025 Jejak Sunyi Kemewahan dalam Ruang dan Desain Interior

Di Jakarta, desain kerap hadir sebagai latar: diam, fungsional, nyaris tak disadari. Namun selama dua hari di pertengahan Desember 2025, desain justru mengambil peran utama: menjadi pengalaman, percakapan, bahkan perjalanan. Rifyo Design Days 2025 menjelma bukan sekadar perayaan ulang tahun ke-13 sebuah brand interior, melainkan sebuah perjalanan ruang yang membawa kita menelusuri makna baru tentang bagaimana desain hidup berdampingan dengan manusia.

Langkah pertama dimulai di Kemang, sebuah kawasan yang telah lama menjadi simpul kreatif Jakarta. Di antara deretan kafe, galeri, dan studio independen, berdiri Rifyo Design Quarter—bangunan lima lantai yang tak hanya berfungsi sebagai showroom, tetapi sebagai landmark arsitektur. Dirancang oleh Cosmas Gozali dengan konsep tree house, struktur bangunan ini menghadirkan pilar-pilar tak beraturan dan tangga skulptural yang seolah tumbuh organik dari dalam ruang. Tak mengherankan jika bangunan ini sempat masuk daftar pendek World Architecture Festival 2023, mengukuhkan posisinya sebagai salah satu ikon arsitektur kontemporer Indonesia.


Di sinilah Rifyo Design Days 2025 dibuka. Tema “Redefined Elegance. Redefined Luxury. Redefined Performance.” terasa bukan sekadar jargon, melainkan benang merah yang menjahit keseluruhan pengalaman. Para desainer interior dan arsitek—mulai dari Adria Yurike Architects, Canary Design, Design Partners Indonesia, hingga studio-studio generasi baru seperti For Good Studio, GondoJules, dan Morphosa—memamerkan instalasi dan konsep ruang yang menafsirkan ulang kemewahan. Bukan kemewahan yang berisik, melainkan quiet luxury: keindahan yang bekerja secara halus melalui proporsi, material, dan ergonomi.


Ada satu anekdot menarik yang kerap muncul dalam diskusi panel sore itu: bagaimana kursi kerja—objek yang tampak paling utilitarian—justru menjadi simbol perubahan cara manusia memandang ruang. Herman Miller Aeron, misalnya, dibahas bukan hanya sebagai kursi, tetapi sebagai artefak desain yang lahir dari riset postur tubuh, teknologi material, dan kepedulian pada kesehatan jangka panjang. Di sinilah filosofi Rifyo menemukan konteksnya. Selama lebih dari satu dekade, Rifyo konsisten menghadirkan produk-produk desain ikonik dari Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Swiss, hingga Denmark, sembari menerjemahkannya ke dalam gaya hidup urban Indonesia.


Malam hari di Kemang ditutup dengan perayaan yang hangat. Bukan pesta besar yang hingar, melainkan pertemuan komunitas. Desainer, arsitek, klien, dan pencinta desain berbagi meja makan, obrolan, dan gagasan. Desain, sekali lagi, menjadi medium relasi.


Perjalanan berlanjut keesokan harinya ke PIK 2, kawasan pesisir baru di barat Jakarta yang tengah tumbuh sebagai distrik kreatif. Rifyo Design Gallery di Indonesia Design District menghadirkan suasana yang kontras sekaligus saling melengkapi dengan Kemang. Jika Rifyo Design Quarter terasa intim dan organik, galeri di PIK 2 tampil lebih terbuka dan kuratorial—ruang seluas 600meter persegi yang menampilkan desain modern dalam seting gaya hidup, seolah mengajak pengunjung membayangkan bagaimana furnitur dan pencahayaan menjadi bagian dari keseharian.

Di sinilah Aeron Hockey Game berlangsung, sebuah permainan yang mungkin terdengar jenaka, namun sarat makna. Menggabungkan kursi ikonik dengan permainan tim, Rifyo seakan ingin menegaskan bahwa desain terbaik adalah desain yang hidup, digunakan, dan dinikmati. Ada tawa, ada kompetisi ringan, dan ada satu pesan yang terasa kuat: desain tidak harus selalu serius untuk menjadi bermakna.


Rifyo Design Days 2025 mengajak kita menjelajah dua wajah Jakarta: Kemang yang matang secara kultural, dan PIK 2 yang muda dan visioner melalui lensa desain interior. Di tengah lanskap desain Indonesia yang kian dinamis, Rifyo berdiri sebagai jembatan yang menghubungkan warisan desain global dengan konteks lokal, sekaligus membangun ekosistem di mana desain bukan hanya soal estetika, tetapi tentang kesejahteraan, keberlanjutan, dan cara kita menjalani hidup.


Meninggalkan galeri sore itu, ada satu kesan yang tertinggal: bahwa perjalanan ini bukan tentang melihat furnitur atau instalasi, melainkan tentang memahami bagaimana ruang—jika dirancang dengan niat dan kecermatan—mampu membentuk pengalaman manusia. Dan dalam perjalanan itu, Rifyo telah menempatkan dirinya sebagai salah satu penanda penting dalam peta desain interior Indonesia.